TRADISI TAU SAMAWA
BARAPAN KEBO
NUSANTARA – Teriakan joki mengiringi kerbau
menuju sakak yang dijaga oleh sandro. Sakak dalam bahasa sumbawa diartikan
sebagai garis garis finish dari perlombaan barapan kebo itu sendiri.
Sedangkan Sandro sendiri adalah sebutan bagi orang-orang sakti yang
memiliki ilmu supranatural ala sumbawa dengan ciri khas mereka yang menggunakan
pakaian berwarna serba hitam.
Sepasang kebo,
begitu sebutan bagi kerbau yang disatukan oleh noga yang menempel dipundaknya.
Noga adalah istilah dalam Barapan kebo yang digunakan untuk mengikat kedua
kerbau agar bisa beriringan berlari kencang dalam kubangan lumpur.
Barapan kebo atau
karapan kerbau merupakan permainan rakyat yang ada di Pulau Sumbawa, tepatnya
di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Barapan kebo ini merupakan suatu
tradisi masyarakat agraris Sumbawa termasuk Sumbawa Barat yang hingga kini
masih hidup di “Tanah Samawa” (sebutan lain bagi Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa
Barat). Tradisi ini digelar oleh masyarakat Suku Samawa setiap menjelang musim
tanam tiba.
Konon ceritanya,
barapan kebo merupakan acara selamatan yang muncul dari tradisi
bertani masyarakat “Tanah Samawa”. Berangkat dari keinginan untuk
menjadikan tanah yang mestinya siap ditanami padi sebanyak tiga kali.
Dikarenakan jenis tanah di Pulau Sumbawa yang umumnya adalah tanah liat, maka
barapan kebo diselenggarakan dengan tujuan untuk membantu petani dalam membajak
sawah agar tanah yang akan ditanami dapat teroptimalkan dengan baik.
Seiring dengan
berjalannya waktu, tradisi barapan kebo terus berkembang sampai sekarang,
bahkan event budaya khas Sumbawa ini dilaksanakan setiap tahun, baik
untuk kepentingan amal (menghimpun dana bagi pembangunan masjid, musholla, dan
lain-lain), maupun dipertandingkan dengan hadiah berupa piala, kain sarung,
kain bakal baju (batik), dan televisi yang disediakan bagi para
pemenangnya. Hampir setiap desa menyelenggarakan barapan, hingga dari pihak
panitia sendiri harus mengundang peserta dari luar Kabupaten Sumbawa untuk
menyemarakkan acara.
Barapan kebo ini di
jadikan sebagai ajang tempat mengadu ilmu antara joki, dan sandro yang menjaga
sakak (garis finish). Sandro dalam bahasa sumbawa artinya Dukun,
konon katanya, pada jaman dahulu barapan kebo menjadi ajang pertarungan ilmu
para sandro, biasanya para sandro akan berdiri disekitar
sakak/garis finish kemudian mengganggu kerbau yang sedang berlomba,
misalnya dengan membuatnya terjatuh atau berbelok arah, hanya saja sang joki
dan kerbau yang diganggu pun memiliki sandro pula, sehingga disitulah terjadi
perang ilmu. Namun dimasa sekarang, dalam event barapan kebo sandro sudah tidak
dipakai lagi.
Bukan hadiah yang
menjadi fokus utama dari event barapan kebo ini, karena memang hadiahnya
tidaklah banyak, bahkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik kerbau jauh
lebih banyak dari hadiah yang disediakan oleh panitia, akan tetapi bagi pemilik
kerbau, perlombaan ini merupakan sebuah pertarungan prestise dan martabat,
imbas lainnya adalah pada harga kerbau yang melonjak jika menjadi juara, bahkan
katanya sepasang kerbau pemenang bisa dihargai hingga ratusan juta rupiah.
Sejalan dengan
perkembangan dunia pariwisata saat ini, barapan kebo kini dijadikan suguhan
yang menarik untuk disaksikan bagi para wisatawan yang berkunjung ke Sumbawa,
dan juga barapan kebo ini adalah merupakan bagian dari aset budaya yang harus
dijaga kelestariannya. Bahkan beberapa hotel di Sumbawa menjual permainan
rakyat ini sebagai paket wisata bagi para tourist.
Kekayaan budaya
yang dimiliki masing-masing daerah khususnya daerah Sumbawa, harus bisa di jaga
serta dilestarikan, dikarenakan budaya tersebut merupakan sebuah warisan yang nantinya
akan diwariskan kepada generasi penerus bangsa ini di masa yang akan datang.
Dengan tetap bercermin terhadap sejarah leluhur agar mampu menjaga serta tetap
eksis ditengah perkembangan jaman dewasa kini.
KERACI
(PERMAINAN RAKYAT TAU SAMAWA)
Pulau sumbawa memiliki ragam permainan rakyat yang cukup
banyak dan unik mulai dari pulau sumbawa bagian barat, pulau sumbawa bagian
timur, pulau sumbawa bagian utara dan pulau sumbawa bagian selatan yang
diantaranya ada karaci, barempuk, main jaran, barapan kebo dll.
Disini sya akan menceritakan tentang permainan rakyat adat
sumbawa yaitu karaci. Karaci sendiri di masa kerajaan sumbawa merupakan PABOAT
AJI (permainan yang wajib di lakukan di kerajaan sumbawa untuk menyeleksi
pasukan2 perang sumbawa, baik itu pengawal hingga panglima-panglima kerajaan).
Karaci sendiri tidak semudah yang kita bayangkan untuk
memainkannya, dikarenakan seragam,tameng/perisai dan pemukul memiliki cerita2
yang cukup sakral.
Hingga saat ini, karaci masih di lestarikan dan masih dimainkan.
Tidak semua orang boleh memainkan kecuali yang memiliki garis keturuna di masa
kerajaan.
dan permainan rakyat karaci hanya bisa di jumpai di desa
kakiang ini, yang masih menyisahkan para garis-garis keturunan para pengawal
dan panglima dimasa kerajaan.
Untuk memainkan permainan rakyat karaci ini dipilih dua orang
jawara karaci, mereka akan di pakaikan BULANG ( baju adat karaci), mereka akan
diiringi oleh alunan suara SERUNAI (semacam suling khas sumbawa ),GENANG
(gendang), para jawara sambil meneriakan keras kata-kata HOO HAM berkali-kali
dan saling membalas SAKETA/BALAWAS (semacam adu pantun).
Para jawara-jawara karaci akan di lengkapi dengan pemukul
yang terbuat dari rotan yang diikatkan kencang di tangan, dan perisai/tameng
yang terbuat dari kulit menjangan/rusa. Mereka akan diadu untuk saling memukul
dengan kehebatan masing2 saling menghindar dan jika ada salah satu yang terkena
pukulan akan dipisahkan oleh wasit dengan menggunakan bambu panjang dan
dikatakan kalah .
Yang uniknya ada satu desa di sumbawa yang konon
disebut-sebut sebagai kampung para pengawal-pengawal dan para panglima-panglima
kerajaan yaitu desa Kakiang, yang masih menyisahkan para garis-garis keturunan
para pengawal dan panglima dimasa kerajaan. untuk menuju ke desa kakiang kita
hanya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit dari kota sumbawa dengan
menggunakan transportasi yang ada di dalam kota sumbawa. Tidak sedikit dari
para wisatawan lokal maupun manca negara yang datang untuk melihat permainan
rakyat karaci ini, dan tidak sedikit dari para agen-agen perjalanan yang
menawarkan paket wisata ke desa kakiang.
MAIN JARAN
Main Jaran adalah sebuah permainan tradisional yang
ditumbuhkembangkan oleh masyarakat di sekitar Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara
Barat. Sesuai dengan namanya, yaitu “jaran” atau dalam bahasa Indonesia berarti
“kuda”, dalam permainan ini para pesertanya akan beradu ketangkasan
mengendalikan kuda-kuda mereka dalam sebuah arena pacuan.
Permainan jaran konon sudah ada di daerah Sumbawa sejak zaman
Kolonial Belanda. Waktu itu arena permainan masih dilakukan di tanah lapang
biasa dan bukan merupakan arena khusus. Pesertanya pun dapat siapa saja asalkan
mempunyai kuda yang siap untuk diadu kecepatannya. Adapun atribut yang
digunakan baik oleh kuda maupun jokinya masihlah sangat sederhana serta belum
memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, main jaran ikut
pula mengalami perubahan. Permainan sudah bergeser dari permainan untuk sekadar
bermain menjadi permainan bertanding. Konsekuensinya, tentu saja permainan
semakin kompleks dengan ditambahnya aturan-aturan tertentu bagi kuda pacuan
maupun jokinya. Hal ini membuat main jaran akhirnya menjadi suatu ajang untuk
menunjukkan prestasi dan gengsi yang sekaligus memberikan nilai ekonomis karena
kuda-kuda yang menjadi pemenang harga jualnya melambung tinggi, bahkan bisa
mencapai ratusan juta rupiah.
Peralatan Permainan
Peralatan yang digunakan dalam permainan ini dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu peralatan yang dikenakan oleh joki dan kuda
pacuannya. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh seorang joki
diantaranya adalah: (1) helm pelindung kepala; (2) kaos atau baju lengan
panjang dan celana panjang; (3) ketopong atau sarung kepala sebelum mengenakan
helm; (4) Baju ban atau rompi dengan bagian punggung diberi nomor; dan (5)
cambuk rotan.
Sedangkan peralatan dan perlengkapan yang dikenakan pada kuda
pacuan adalah: (1) jombe atau benang wol yang ditempeli berbagai macam
pernak-pernik dan dipasangkan pada muka dan leher kuda; (2) tali kancing yang
dipasangkan pada bagian mulut kuda sebagai alat pengendali kuda; (3) kili atau
kawat yang dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai angka delapan. Kili
digunakan sebagai sambungan antara rantai dengan tali pengendali (tali
kancing); dan (4) lapek atau pelana yang terbuat dari alang-alang dan atau daun
pisang kering dan diletakkan pada bagian punggung kuda.
Aturan Permainan
Aturan dalam permainan jaran menggunakan sistem guger
(gugur). Dalam aturan ini, peserta yang kuda pacuannya kalah tidak boleh
mengikuti pertandingan selanjutnya, sementara para pemenangnya akan bertanding
lagi hingga memunculkan satu pemenang saja yang berhak menyandang juara di
babak final.
Selain peraturan yang mengatur proses balapan antarkuda, ada pula
peraturan yang mengklasifikasikan kuda-kuda pacuan dalam kelas-kelas tertentu
berdasarkan kondisi fisik serta “skil” yang dimilikinya. Klasifikasi tersebut
diantaranya adalah: (1) Kelas Teka Saru bagi kuda-kuda pemula yang baru pertama
kali mengikuti perlombaan; (2) Kelas Teka Pas bagi kuda yang telah mengikuti
perlombaan sebanyak 2-3 kali; (3) Kelas Teka A bagi kuda berpengalaman dengan
tinggi badan antara 117-120 centimeter; (4) Kelas Teka B bagi kuda
berpengalaman dengan tinggi badan minimal 121 centimeter; (5) Kelas OA bagi
kuda berpengalaman dengan tinggi badan 126 centimeter yang giginya telah
tanggal (nyepo) sebanyak 4 buah; (6) Kelas OB bagi kuda berpengalaman dengan
tinggi badan antara 127-129 centimeter; (7) Kelas Harapan bagi kuda telah nyepo
dan berpengalaman dengan tinggi badan minimal 129 centimeter; (8) Kelas Tunas
bagi kuda berpengalaman dengan tinggi badan minimal 129 centimeter dan gigi
tarinya telah tumbuh; dan (9) Kelas Dewasa.
Jalannya Permainan
Main Jaran diawali dengan pendaftaran peserta sekaligus
mengambil nomor ban atau nomor urut peserta sesuai dengan kotak pelepasan. Bila
telah mendapatkan nomor ban, para joki segera menggiring kudanya menuju ke arah
juri yang akan memeriksa kondisi kuda pacuan berikut jokinya. Tujuannya adalah
untuk menyeleksi peserta (kuda pacuan) agar berlomba sesuai dengan kelasnya.
Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi
kecurangan selama permainan berlangsung.
Setelah lolos dari seleksi juri, para joki akan menggiring
lagi kuda masing-masing menuju kotak pelepasan sesuai dengan nomor ban yang
diterima pada saat pendaftaran. Bila peserta telah berada dalam posisinya
masing-masing, juri garis segera membunyikan peluitnya sebagai tanda perlombaan
dimulai. Para peserta pun langsung memacu tunggangannya menuju garis finis.
Sesuai dengan sistem yang berlaku, bagi peserta yang kalah tidak diperbolehkan
lagi mengikuti pertandingan berikutnya. Sementara bagi peserta yang menang akan
bertanding lagi dengan pemenang lainnya. Begitu seterusnya hingga babak final
untuk menentukan juaranya.
Nilai Budaya
Main jaran, sebagai suatu permainan yang tumbuh dan
berkembang di kalangan masyarakat Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, jika dicermati
mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan acuan dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu adalah kerja keras dan sportivitas.
Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain (joki) yang berusaha
sekuat tenaga memacu kuda pacuannya agar dapat memenangkan permainan. Kerja
keras juga terlihat pada proses pelatihan kuda pacuan. Tanpa kerja keras
mustahil dapat membuat seekor kuda biasa menjadi kuda pacu yang tangkas, gesit,
dan cepat dalam berlari. Dan, nilai sportivitas tercermin dari sikap para
pemain yang tidak berbuat curang selama permainan berlangsung serta mau
mengakui kekalahan
ARIF FAJAR ISNAN.....
0 komentar:
Posting Komentar